Sibersultra.com – Kendari

Pemilihan Raya Umum Mahasiswa (Pemira) Universitas Halu Oleo (UHO) yang di selenggarakan pada 19 Desember 2024 mendapat sorotan dan kritikan. Kali ini datang dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kendari yang juga anggota dan kadernya terlibat dalam kontestasi Pemira UHO.

”SPACE

Diketahui, Pemira UHO 2024 event bergengsi kelembagaan tertinggi di UHO dan menjadi agenda tahunan untuk memilah dan memilih pemimpin lembaga yang bisa bertanggung jawab dan mengakomodir segala kepentingan mahasiswa dan masyarakat di kemudian hari.

Pemilihan secara online melalui e-Voting di nilai sangat tidak efektif, efisien dan berpotensi terjadi banyak indikasi kecurangan yang di mainkan oleh oknum birokrasi untuk memenangkan Paslon tertentu.

Pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) tidak sesuai apa yang di harapkan mahasiswa yang sangat rentan adanya campur tangan oknum birokrasi untuk mengontrol penyelenggara KPU RM, maupun Bawasra dan segala siklus Kelembagaan yang ada di UHO.

Menanggapi Pemira UHO 2024 ini, Ketua GMNI Kendari, Rasmin Jaya mengatakan Pemilihan Raya Umum Mahasiswa Universitas Halu Oleo yang di gunakan secara online melalui e-Voting sangat tidak efektif, nuansa dan gairah mahasiswa untuk berpartisipasi dalam demokrasi kampus ini sangat minim.

Tak hanya itu, Pemira yang di lakukan secara online ini juga berdampak banyak kecurangan dan rentan di mainkan oleh oknum birokrasi untuk memenangkan figur tertentu.

“Masalah ini hampir setiap tahun terjadi sampai terjadi proses gugatan calon yang merasa di rugikan dan di curangi. Sebelumnya kami dari GMNI Kendari 2023 telah memberikan masukan dan saran agar proses pemilihan 2024 ini di kembalikan seperti sedia kalah, yakni secara langsung (Offline) agar suara mahasiswa betul-betul tersalurkan dengan baik,” kata Rasmi, Jumat (20/12/2024).

Rasmin mengungkapkan Sehingga pemimpin Kelembagaan yang di hasilkan dari proses indikasi kecurangan tidak betul-betul produktif serta lebih menghamba pada instruksi birokrasi, tidak lagi menjadi representasi dari suara mahasiswa itu sendiri.

Kandidat pemimpin Kelembagaan mahasiswa harus muncul melalui sebuah proses panjang. Idealnya pemimpin seperti itu ialah mahasiswa yang di gembleng melalui kaderisasi yang kuat, terpadu dan bukan pemimpin karbitan yang muncul tiba-tiba atas dorongan birokrasi.

“Ini akan berpotensi menimbulkan banyak stigma negatif dan asumsi yang tidak baik lembaga kemahasiswaan dan birokrasi sehingga akan berdampak pada krisis kepercayaan mahasiswa,” Tegasnya.

Padahal pimpinan kelembagaan mahasiswa adalah icon dari seluruh mahasiswa setelah terpilih dan harusnya birokrasi kampus berperan pada Pemira cukup menjadi pembina dan pengarah yang baik bukan mencampuri lebih jauh urusan dan proses mahasiswa dalam berdemokrasi dengan dinamika yang berjalan.