SIBERSULTRA.com, JAKARTA – Menyikapi polemik mengenai Kejaksaan RI sebagai “Lembaga yang Superbody” adalah anggapan yang sangat keliru, terlalu berlebihan, tanpa data dukung dan dimensi yuridis yang terukur.

Beberapa Profesor dari perguruan tinggi serta penggiat anti korupsi menyayangkan statement tersebut, bahkan dianggap sebagai upaya “currptor fight back” atau bentuk perlawanan koruptor kepada Insitusi Kejaksaan.

”SPACE

Ungkapan Kejaksaan sebagai lembaga Superbody telah beberapa kali diuji ke Pengadilan, baik itu Mahkamah Agung maupun Makamah Konstitusi.

Para Hakim Yang Mulia menyadari demikian adanya sebagaimana di beberapa Negara lain, yakni sebagai fungsi kontrol antar lembaga yang telah berjalan sampai saat ini diantara para penegak hukum.

Hal itu pun sesuai dengan kaidah yang berlaku yaitu diferensial fungsional yang dilandasi dengan Integrated Criminal System.

Dalam kurun waktu kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin, publik seakan diberikan perhatian khusus betapa korupsi itu sangat membahayakan dan terjadi sangat masif di seluruh sektor.

Mulai dari atas sampai ke daerah, dampak yang diperlihatkan sangat nyata, seperti terjadi perampasan hak ekonomi masyarakat di negara yang sangat melimpah sumber daya alamnya.

Pengungkapan perkara-perkara Big Fish yang memiliki nilai kerugian fantastis menjadi andalan Kejaksaan Agung untuk meraih kepercayaan publik yang mulai meningkat tajam, bahkan sampai menyentuh angka 81,2%.

Oleh karenanya, anggapan Para Guru Besar yang menyebut rakyat ada di belakang Kejaksaan dalam memberantas korupsi bukanlah isapan jempol belaka.