Poros ASN Menghadapi Momentum Pilkada : Sebuah Dilematis Dalam Keberpihakan
Oleh: Gito Roles Mahasiswa Asal Butur, Jurusan Agribisnis UHO.
SIBERSULTRA.com – Momentum Pilkada tahun 2024 akan berlangsung dalam kurun waktu beberapa bulan lagi kini menjadi suatu pembahasan menarik terutama dalam diskusi di media sosial. Selain itu, wacana Pilkada telah mengisi diskusi formal komunitas pemuda serta diskusi ringan oleh masyarakat di waktu luang.
Indonesia adalah negara demokrasi, mewajibkan diadakannya pemilihan umum setiap lima tahun sekali untuk memilih pemimpin. Tujuan dari Refresh Power adalah untuk menghilangkan bakteri atau noda yang sudah lama menempel dan sulit diatasi dengan Power. Namun pemilu di semua tingkatan (Pilpres, Pileg, Pilgub, Pilbub) bukanlah persoalan yang mudah. Kembalinya kekuasaan tampaknya mempunyai banyak implikasi, termasuk karier di birokrasi. Hal ini terutama dialami oleh para birokrat yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa terkait pilkada.
Mengenai birokrasi, Martin Schefter dalam bukunya Political Parties and the State: The American Historical Experience berpendapat bahwa dalam lingkungan di mana otonomi birokrasi ditetapkan sebelum kebijakan politik demokrasi diterapkan.
Hal tersebut secara jelas menjelaskan bahwa politisi dapat memblokir prosedur birokrasi. Pemerintah melarang melakukan hal ini, yaitu mencampuri cara birokrat menerapkan kebijakan nasional. Di sisi lain, jika demokrasi diterapkan sebelum birokrasi terbentuk dan otonom, pejabat terpilih biasanya mampu mengendalikan birokrasi dan mengarahkan sumber daya pemerintah ke arah tujuan yang mendukung kepentingan mereka sendiri. Dalam memfasilitasi kontrol ini, politisi pemenang kontestasi bahkan memilih pejabat untuk mengisi posisi di birokrasi.
Dengan kondisi seperti ini, khususnya di pedesaan, proses pilkada juga bisa menjadi ajang bagi ASN yang menjangkau kelompok tertentu untuk mencari posisi-posisi strategis di birokrasi. Cara untuk melakukan hal ini adalah dengan mendukung politisi berpengaruh yang mencalonkan diri dalam pilkada.
Mengapa demikian ASN harus melakukan hal tersebut? Sebab dalam situasi lokal terkhususnya di Sultra, jika calon ASN yang diusungnya kalah, tidak pandang bulu seberapa cakap karirnya atau berapa banyak ijazah atau prestasi yang dimiliki, ASN tersebut. Karena tidaklah mudah bagi seseorang ASN mendapatkan posisi strategis dalam birokrasi.
Sederhananya, kualifikasi profesional dapat dengan mudah membuat ASN memenuhi syarat sebagai anggota tim pemenangan dalam pilkada nantinya, melalui keintiman pribadi, atau sebagai pendukung yang bekerja keras untuk memenangkan suara untuk kandidat tertentu.
ASN, latar belakang dan praktik formal Secara resmi, Pasal 2f UU Nomor 5 Tahun 2014 menjelaskan bahwa organisasi dan penyelenggaraan kebijakan ASN didasarkan pada asas netralitas. Dalam uraian pasal tersebut disebutkan bahwa asas netralitas berarti setiap pegawai ASN tidak memihak pada pengaruh apapun dan tidak memihak pada kepentingan orang lain.
Tinggalkan Balasan