Dorong Perekonomian Warga Desa, BUMDes Aset Desa yang Harus Dikembangkan
SIBERSULTRA.com, Kolaka – Aset desa merupakan salah satu hasil kekayaan desa yang harus di kelola dan di kembangkan keberadaannya. Aset desa yang di serahkan kepada badan usaha milik BUMDes merupakan hasil dari penyertaan modal desa.
Namun dalam praktiknya ada pula aset desa yang hanya di berikan hak pengelolaan oleh desa kepada BUMDes, artinya tidak melalui mekanisme penyertaan modal melalui APBDesa.
Dampaknya terasa pada pelaksanaan usaha BUMDes itu sendiri, apabila suatu saat BUMDes hendak menjaminkan aset desa tersebut karena membutuhkan modal tambahan. Hal ini menimbulkan permasalahan terkait dengan pertanggungjawaban pengelola BUMDes terhadap aset desa yang di kelola dijadikan objek jaminan.
Metode Analisa data yang dilakukan dengan menggunakan metode normatif kualitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pertanggungjawaban pengelola BUMDes terbagi menjadi dua, yaitu pertanggungjawaban pengelola BUMDes yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.
BUMDes selaku badan hukum bertanggungjawab atas tindakan pengelolanya apabila tindakan menjaminkan aset desa sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam peraturan desa BUMDes. Dalam hal ini BUMDes yang tidak berbadan hukum.
Maka tanggungjawab tersebut ada pada BUMDes, namun apabila tidak mencukupi maka pelaksana operasional, penasihat, dan dewan pengawas secara bersama-sama ikut bertanggungjawab sampai harta pribadi atau disebut tanggungjawab pribadi. Kata kunci badan usaha milik desa BUMDes sebagai objek jaminan pengelolaan aset desa.
Tujuan pemanfaatan dana desa digunakan untuk membentuk badan usaha milik desa (BUMDes), adalah merupakan tambahan modal kerja yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di desa tersebut.
Andi Arka selaku kepala perwakilan wilayah media Warta Global Sulawesi Tenggara menilai pemanfaatan dana desa yang umumnya dilakukan di setiap desa-desa hanya fokus pada pembangunan infrastruktur.
“Kami melihat dengan besarnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah 200-300 juta pertahunnya itu tidak mencukupi jika dipaksakan untuk pembuatan jalan, jembatan, irigasi dan sebagainya,” tuturnya.
Menurutnya, dengan besaran anggaran 200-300 juta dalam pengerjaan infrastruktur disetiap desa tidak seberapa, kata dia beberapa kasus ditemukan dalam pengerjaan proyek infrastruktur terkadang mandek diakibatkan keterbatasan modal yang tidak mencukupi dan berujung adanya korupsi disetiap desa dengan memangkas anggaran biaya pekerjaan.
Memasang papan plang tanpa mencantumkan anggaran biaya pekerjaan disinyalir bisa mengelabui warga dengan mengurangi bestek yang sudah ditentukan guna mendapatkan selisih keuntungan.
Tinggalkan Balasan