Cirebon – Pemkab Cirebon, Jawa Barat, telah menetapkan status tanggap darurat guna mempercepat penanganan dampak bencana banjir yang melanda 37 desa di sembilan kecamatan kabupaten tersebut.

“Kami mengeluarkan status tanggap darurat banjir yang berlaku selama sepekan atau dari 7-13 Maret 2024,” kata Bupati Cirebon Imron kepada awak media di Cirebon, Minggu (10/3).

”SPACE

Imron menjelaskan bahwa dengan status tersebut, pihaknya berfokus pada pendistribusian bantuan logistik serta melakukan pemulihan terhadap beberapa infrastruktur yang terkena dampak banjir.

Ia menyatakan bahwa jika keadaan darurat masih berlangsung atau warga terdampak belum pulih sepenuhnya, maka status tanggap darurat dapat diperpanjang maksimal tiga kali.

“Surat Keputusan (SK) terkait status tanggap darurat ini bisa diperpanjang maksimal tiga kali. Masing-masing SK berlaku selama tujuh hari,” ujarnya.

Imron menekankan bahwa kebijakan ini bertujuan sebagai langkah jangka pendek untuk mengurangi dampak yang diakibatkan oleh bencana banjir yang terjadi sejak Selasa (5/3).

Imron mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang diperolehnya, banjir tersebut menyebabkan 42.167 rumah warga terendam dengan ketinggian air berkisar antara 20 cm hingga 2,5 meter, serta mengakibatkan 35.720 kepala keluarga terdampak.

Disamping itu, ia juga mencatat bahwa sekitar 923,5 hektar lahan pertanian terendam banjir, yang berpotensi menyebabkan gagal panen. Selain itu, pihaknya juga mencatat setidaknya 20 unit sarana ibadah dan 21 bangunan sekolah terkena dampak.

“Jumlah warga yang terkena dampak banjir mencapai 160.414 jiwa, dengan sebanyak 2.869 jiwa mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Banjir ini juga menelan korban jiwa sebanyak dua orang,” ungkapnya.

Imron menegaskan bahwa pihaknya telah meminta Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) setempat untuk menormalisasi aliran sungai di bagian timur Cirebon, serta merevitalisasi tanggul sungai guna menahan debit air saat hujan deras.

Dia menjelaskan bahwa banjir disebabkan oleh naiknya debit air dari hulu Sungai Cisanggarung dan Ciberes, yang kemudian merendam permukiman warga.

Kondisi ini diperparah oleh pendangkalan sungai akibat sedimentasi serta kondisi pendeknya tanggul, yang membuat air sungai mudah meluap.

“Jadi saat hujan dengan intensitas tinggi terjadi, air dari hulu datang. Karena sungai di hilir ini ada sedimentasi yang sudah parah, air ini mudah meluber ke permukiman warga,” tutur dia.

Pihaknya menambahkan saat ini upaya penanganan jangka panjang pun, terus dilakukan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.