BUTON UTARA – SIBERSULTRA.com

Tradisi adat Haroano Laa yang digelar setiap tahun oleh masyarakat Laangkumbe, Kecamatan Kulisusu Barat, Kabupaten Buton Utara (Butur), Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali dilaksanakan, pada Sabtu (6/9/2025).

Tradisi ini dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen perkebunan dan pertanian, sekaligus menjadi warisan budaya yang terus dijaga oleh masyarakat setempat.20250906 171346 scaled

Haroano Laa tidak hanya sekedar menyiapkan kambalu dan sajian tradisional lainnya, tetapi juga menjadi pengingat pentingnya rasa syukur kepada Sang Pencipta melalui hasil bumi yang melimpah.

Perayaan Haroano Laa dikemas dalam bentuk festival budaya dengan menampilkan berbagai pertunjukan khas Buton Utara, seperti tari-tarian tradisional dan pencak silat.20250906 173951 scaled

Selain itu, masyarakat turut menyajikan talang yang berisi beragam makanan untuk dinikmati para tamu yang hadir dari berbagai daerah.

Acara ini dibuka secara resmi oleh Bupati Buton Utara, Afirudin Mathara, yang hadir bersama rombongan.

”SPACEIKLAN”

Dalam sambutannya, Bupati menyampaikan apresiasi kepada jajaran pemerintah Kecamatan Kulisusu Barat serta kepala desa se-Laangkumbe Raya atas kerja sama menyukseskan kegiatan tersebut.

Ke depan, kata Bupati, pemerintah daerah akan menaruh perhatian lebih agar acara ini semakin nyaman bagi masyarakat dan pengunjung, salah satunya dengan mendirikan baruga sebagai pusat kegiatan.

20250906 173045 scaled“Saya minta agar masyarakat dan pemerintah Laangkumbe Raya bisa bermusyawarah menentukan lokasi yang tepat untuk pembangunan baruga,” ucap Bupati yang juga Ketua Partai Gerindra Buton Utara.

Sejak dahulu, masyarakat Laangkumbe percaya bahwa alam memiliki roh dan jiwa. Sungai, hutan, tanah, dan laut bukan sekedar sumber kehidupan, melainkan bagian dari keluarga besar manusia.

Karena itu, leluhur menciptakan ritus Haroano Laa sebagai jembatan sakral antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Bagi masyarakat Laangkumbe, sungai adalah nadi kehidupan.

Selain mengairi sawah dan menjadi sumber air minum, sungai juga dianggap sebagai ruang sakral tempat makhluk gaib, terutama buaya yang dipercaya sebagai saudara manusia.

Melalui Haroano Laa, masyarakat menjaga dan merawat hubungan harmonis tersebut.

Hingga kini, keyakinan masih hidup di tengah masyarakat bahwa jika tradisi ini tidak dijalankan atau terjadi kesalahan dalam penyelenggaraannya, panen tidak akan berhasil, dan buaya di sungai akan sering naik ke daratan hingga memangsa korban.

Menutup sambutannya, Bupati Afirudin kembali menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya Haroano Laa tahun ini.

“Terima kasih kepada semua pihak yang ikut terlibat, sehingga acara tahunan Haroano Laa bisa terlaksana dan berjalan dengan baik,” ujarnya.

Laporan: Redaksi.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook